Sampah Plastik di Masa Pandemi Covid-19 Cemari Ekosistem Laut
Sampah Plastik di Masa Pandemi Covid-19
Selain adanya perusakan lingkungan, wabah pandemi virus corona, Covid-19, yang melanda dunia memberikan kontribusi berupa sampah plastik.
Sebagian artikel dikutip dari darilaut.id
Menurut Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Agus Haryono, data menunjukkan adanya kenaikan sampah plastik seiring dengan meningkatnya belanja online di masa pandemi.
Agus mengatakan, sampah-sampah plastik tersebut tidak diolah dengan baik dan bermuara ke laut. Hal ini tentunya dapat mencemari ekosistem laut. Saat ini ancaman bagi biodiversitas laut kita adalah adanya praktik perikanan yang berlebihan (over-exploitation) dan penangkapan yang merusak (destrictive fishing).
“Ada pula masalah penangkapan menggunakan bahan atau alat tangkap berbahaya seperti bom ikan, dan racun ikan sianida yang dapat merusak biota laut,” ujar Agus, Rabu (10/6).
Wilayah laut Indonesia masuk dalam area Segitiga Karang Dunia, yaitu area dengan keanekaragaman biota laut, terutama karang, yang paling tinggi di dunia. Saat ini, terdapat 569 spesies dan 83 genus karang keras di Indonesia. Ini berarti, sekitar 69 persen spesies dan 76 persen genus karang dunia ada di Indonesia.
Menurut Agus, sebaran karang paling tinggi berada di daerah timur seperti Maluku, Sulawesi dan Papua. Kemudian berkurang di daerah Jawa dan Sumatera. Kekayaan hayati di Indonesia, kata Agus, dipengaruhi adanya pertemuan arus laut yang melewati pulau-pulau di Indonesia.
Tekanan antropogenik dari pembangunan di wilayah pesisir karena adanya tekanan kebutuhan lahan yang terbatas, reklamasi, penambangan pasir dan batu karang, dan pencemaran turut menambah risiko kerusakan biota laut. Selain itu, menurut Agus, tantangan perubahan iklim juga mengancam keragaman hayati kita. Seperti pemanasan laut, pengasaman laut, dan kenaikan muka air laut, di mana ini berdampak pada perekonomian masyarakat di pesisir.
LIPI mengajak semua masyarakat, akademisi dan LSM untuk bersama sama melakukan edukasi dan monitoring terhadap terumbu karang, mangrove, padang lamun, dan ikan. COREMAP-CTI LIPI diharapkan dapat mengajak masyarakat untuk bergabung dengan LIPI dan berlatih bersama dalam monitoring hayati laut di seluruh Indonesia, sehingga kita dapat menjaga secara bersama-sama laut Indonesia.*
Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI)
Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai implementing agency melanjutkan kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) atau dikenal dengan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – Prakarsa Segitiga Karang merupakan program untuk menjaga kelestarian terumbu karang Indonesia sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang mengandalkan laut dalam kehidupan mereka.
Diinisiasi pada tahun 1998, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – Prakarsa Segitiga Karang (COREMAP-CTI) ini merupakan program jangka panjang untuk melestarikan terumbu karang di Indonesia dari praktik penangkapan ikan yang merusak, polusi, dan perubahan iklim. Program ini merupakan fase ke-3 (tiga) dari rangkaian Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang.
Pada fase ini, tujuan Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang-Prakarsa Segitiga Karang adalah untuk melembagakan pendekatan tersebut sebagai suatu kerangka kerja yang berkelanjutan, terdesentralisasi dan terpadu untuk pengelolaan sumber daya terumbu karang, ekologi, dan keanekaragaman hayati terkait untuk kesejahteraan masyarakat sekitar.
Penyalur dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan perubahan iklim melaui Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang – Prakarsa Segitiga Karang (COREMAP-CTI) dilakukan ICCTF. ICCTF menyalurkan dana kepada mitra pelaksana di lapangan untuk pengelolaan ekosistem pesisir prioritas dan perbaikan aspek sosial-ekonomi masyarakat tersebut, hal ini menjadikan ICCTF sebagai laboratorium untuk menghasilkan model inovasi pembangunan yang menyeimbangkan tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu lingkungan, ekonomi dan sosial.
Implementasi Program COREMAP-CTI didukung oleh pendanaan dari Bank Dunia (World Bank) dan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank). Kegiatan COREMAP-CTI dengan dukungan dari Bank Dunia memiliki lokasi proyek di wilayah:
- Taman Wisata Perairan Laut Sawu, NTT
- Suaka Alam Perairan Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat
- Suaka Alam Perairan Kepulauan Waigeo sebelah barat, Papua Barat
- Kawasan Konservasi Perairan Daerah Raja Ampat, Papua Barat
Kegiatan COREMAP-CTI dengan dukungan dari Bank Pembangunan Asia memiliki lokasi proyek di wilayah:
- Nusa Penida, Bali
- Gili Matra, Lombok
- Gili Balu, Lombok