Perikanan Berkelanjutan Prioritas Pembangunan Sektor Kelautan
Hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan sumber daya perikanan di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, terutama yang dekat dengan pantai atau pesisir (kurang dari 12 mil), saat ini mengalami degradasi karena tekanan penangkapan yang tinggi. Berkurangnya sumber daya perikanan ini akan mempengaruhi kehidupan masyarakat pesisir terutama para nelayan yang mayoritas adalah nelayan kecil dengan perahu kapasitas 5-10 GT dan wilayah penangkapan di sekitar pantai.
Kesejahteraan nelayan dan masyarakat pesisir menjadi salah satu perhatian utama pemerintah selain petani dan masyarakat rentan lainnya. “Kebijakan apapun yang disusun dalam sektor perikanan ini harus ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan rumah tangga perikanan,” ujar Direktur Kelautan dan Perikanan Kementerian Bappenas, Sri Yanti dalam dialog ‘Penerapan Perikanan Berkelanjutan dan Terukur’ di Jakarta, Selasa, 14 September 2021.
Menurut Yanti, kebijakan yang berorientasi pengelolaan berkelanjutan, baik dari aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan berbasis science based policy sangat diperlukan. “Tujuannya untuk menuju pengelolaan yang transparan, akuntabel, dan mengakomodasi kompleksitas serta dinamika sumber daya dan usaha perikanan,” katanya.
Dalam konteks ini, Bappenas mendorong penerapan perikanan berkelanjutan menjadi kebijakan perencanaan pembangunan di sektor kelautan dan perikanan. Seperti dalam tujuan ke-14 dalam SDGs, pembangunan perikanan tangkap memerlukan keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan disertai penyediaan data dan informasi.
“Untuk itu, Bappenas telah menjadikan 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) sebagai basis dalam pembangunan perikanan berkelanjutan yang merupakan program prioritas dalam RPJMN 2020-2024,” ujar Yanti.
Yanti mengatakan, untuk menunjang perencanaan pembangunan sektor kelautan dan perikanan yang berbasis ilmu pengetahuan, Bappenas telah melakukan beberapa kajian ilmiah. Seperti studi bioekonomi perikanan udang di Laut Arafura (WPP 718) dan studi perikanan alat tangkap cantrang di perairan Utara Jawa meliputi Provinsi Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah hingga Jawa Timur (WPP 712).
Berbagai kajian ini, jelas Yanti, dapat menjadi model percontohan dalam menyusun kebijakan sektor kelautan dan perikanan. “Bisa pula dilakukan untuk berbagai jenis komoditas lainnya melalui pengelolaan yang transparan dan berbasis sains untuk mewujudkan perikanan berkelanjutan,” ungkapnya
Bappenas juga berharap kajian ini bisa mendorong peningkatan Penerimaan Nasional Bukan Pajak (PNBP) dari sektor kelautan dan perikanan. “Jadi, kami sangat menyambut baik rekomendasi studi bioekonomi perikanan yang dihasilkan Bappenas dapat digunakan sebagai alat dalam pelaksanaan kebijakan penangkapan ikan terukur yang diinisiasi KKP,” ujar Sri Yanti.
Sejalan dengan hal ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga telah mengeluarkan konsep penangkapan ikan terukur dalam mengelola sumber daya perikanan. Kebijakan ini berguna untuk menjaga ekosistem laut dan pesisir yang sehat dan produktif serta menjadikan Indonesia lebih makmur dari sisi ekonomi maupun sosial.
“Kegiatan ekonomi harus seimbang dengan ekologinya. Di mana setiap aktivitas di ruang laut, harus memperhatikan kesehatan lautnya,” ujar Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian KP, Muhammad Zaini.
Langkah pertama dalam menerapkan konsep penangkapan ikan terukur, yakni mengetahui kesehatan stok ikan di setiap WPP. “Kemudian diatur jumlah ikan yang boleh ditangkap, jumlah kapal yang menangkap, termasuk alat tangkapnya,” katanya.
Menurut Zaini, penerapan konsep penangkapan ikan terukur bertujuan untuk pemerataan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan pembangunan di Indonesia. Sebab nantinya pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa, melainkan di pelabuhan-pelabuhan yang sudah ditentukan.
“KKP juga menyambut baik dan akan memanfaatkan hasil kajian bioekonomi dari Bappenas tersebut guna mewujudkan Penerapan Perikanan Berkelanjutan dan Terukur untuk dapat mewujudkan target PNBP Perikanan di 11 WPP mencapai Rp 12 Triliun pada 2024,” tutur Zaini.(*)
Artikel ini telah terbit di Tempo.co pada Selasa, 14 September 2021