- April 1, 2022
- News
Kerja Sama Masyarakat dan Pelaku Wisata Tindak Pemancing Ilegal di Raja Ampat
Kementerian PPN/Bappenas akan menutup rangkaian kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative yang telah berlangsung selama Agustus 2020 hingga Maret 2022. Program ini dilakukan di sejumlah tempat, salah satunya di Raja Ampat, Papua Barat.
Dalam kegiatan ini, Kementerian PPN/Bappenas melalui ICCTF melakukan pelatihan hingga edukasi di sejumlah desa terkait pelestarian biota laut dan manfaatnya baik untuk ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar. Salah satu yang menjadi perhatian adalah terkait pengawasan aktivitas memancing di sejumlah kawasan, salah satunya di Desa Sauwandarek, Pulau Mansuar.
Kepala BLUD Raja Ampat, Syafri, mengungkapkan pengawasan dilakukan bersama Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Bersama Pokmaswas. Mereka mengawasi aktivitas kelautan di kawasan yang sudah ditentukan sebagai zona wisata.
“Jadi dulu kita punya namanya Forum Komunikasi Tindak Pidana Perikanan. Jadi sekiranya perlu laporan tadi ada unsur tindak pidana perikanan maka akan segera direspons. Kami sebagai pengelola juga punya tim patroli yang setiap hari patroli sesuai tanggung jawab kawasan masing-masing. Kita punya pos juga, kita support semua yang dibutuhkan dalam patroli,” kata Syafri di lokasi, Kamis (24/3).
Pemandangan Desa Sauwandarek. Foto: Nadia Riso/kumparan
Meski demikian, Pokmaswas tidak bisa melakukan tindakan ketika menemukan ada pelanggaran di lapangan. Pokmaswas hanya bertugas mengawasi dan melaporkan ke dugaan tindak pelanggaran kepada aparat.
“Di beberapa kasus mereka melaporkan ke kita, kami kontak tim yang sementara mobile, jika memang apa yang dilaporkan perlu tindakan selanjutnya. Apakah perlu diedukasi, kemudian perlu menjelaskan Bapak salah tangkap [karena] ini bukan zona yang seharusnya, hal-hal semacam itu. Atau memang dia [ada] indikasinya tindakan untuk merusak. Misalkan ada kompresor, ada indikasi dia menggunakan bom dan sebagainya, ini baru kita respons,” ujarnya.
Syafri mengatakan, pelaporan yang dilakukan masyarakat melalui semacam media seperti WhatsApp group dan SMS. Laporan yang didapat pun sebagian besar terkait pemanfaatan kawasan yang tidak pada zona peruntukannya.
Kementerian PPN/Bappenas akan menutup rangkaian kegiatan Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative yang telah berlangsung selama Agustus 2020 hingga Maret 2022. Program ini dilakukan di sejumlah tempat, salah satunya di Raja Ampat, Papua Barat.
ADVERTISEMENT
Dalam kegiatan ini, Kementerian PPN/Bappenas melalui ICCTF melakukan pelatihan hingga edukasi di sejumlah desa terkait pelestarian biota laut dan manfaatnya baik untuk ekologi dan ekonomi masyarakat sekitar. Salah satu yang menjadi perhatian adalah terkait pengawasan aktivitas memancing di sejumlah kawasan, salah satunya di Desa Sauwandarek, Pulau Mansuar.
Kepala BLUD Raja Ampat, Syafri, mengungkapkan pengawasan dilakukan bersama Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas). Bersama Pokmaswas. Mereka mengawasi aktivitas kelautan di kawasan yang sudah ditentukan sebagai zona wisata.
“Jadi dulu kita punya namanya Forum Komunikasi Tindak Pidana Perikanan. Jadi sekiranya perlu laporan tadi ada unsur tindak pidana perikanan maka akan segera direspons. Kami sebagai pengelola juga punya tim patroli yang setiap hari patroli sesuai tanggung jawab kawasan masing-masing. Kita punya pos juga, kita support semua yang dibutuhkan dalam patroli,” kata Syafri di lokasi, Kamis (24/3).
“Kita punya support semua yang dibutuhkan dalam patroli. Tugas kami sebetulnya adalah tertib pemanfaatan kawasan konservasi sesuai zonasi. Itu tugas kami. Kami didukung Pokmaswas,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Pokmaswas tidak bisa melakukan tindakan ketika menemukan ada pelanggaran di lapangan. Pokmaswas hanya bertugas mengawasi dan melaporkan ke dugaan tindak pelanggaran kepada aparat.
“Di beberapa kasus mereka melaporkan ke kita, kami kontak tim yang sementara mobile, jika memang apa yang dilaporkan perlu tindakan selanjutnya. Apakah perlu diedukasi, kemudian perlu menjelaskan Bapak salah tangkap [karena] ini bukan zona yang seharusnya, hal-hal semacam itu. Atau memang dia [ada] indikasinya tindakan untuk merusak. Misalkan ada kompresor, ada indikasi dia menggunakan bom dan sebagainya, ini baru kita respons,” ujarnya.
Syafri mengatakan, pelaporan yang dilakukan masyarakat melalui semacam media seperti WhatsApp group dan SMS. Laporan yang didapat pun sebagian besar terkait pemanfaatan kawasan yang tidak pada zona peruntukannya.
“Misalnya saja orang mancing di zona-zona yang diperuntukkan untuk pariwisata. Ini semua hal-hal, kan, enggak perlu represif tapi edukasi dan sebagainya. Kita meyakinkan juga bahwa [di] laut ini wisatawan mereka tidak akan tangkap ikan, mereka hanya ingin lihat ikan. Artinya mereka tidak rugi di sisi ‘Wah, sumber daya kita kurang, nih. Jadi sebagian dari edukasi dilakukan,” jelasnya.
Menara pengawas di Desa Sauwandarek. Foto: Nadia Riso/kumparan
Syafri juga mengungkapkan pelaku wisata setempat membantu pengawasan. Dengan dukungan pelaku wisata yang aktif mendukung kegiatan pengawasan, kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukan zona menurun cukup drastis hingga 70-80%.
“Jadi industri wisata yang punya resort penginapan itu mereka kejar dan ada beberapa kali serahkan ke kita. Ada juga yang kita tangani untuk diselesaikan secara adat,” ungkapnya lagi.
“Jadi salah satu kasus itu terjadi karena dari sisi hukum positif memang tidak memenuhi unsur, maka kita kembalikan ke masyarakat, karena masyarakat keberatan [diselesaikan secara hukum]. Oke, saya bilang musyawarah adat untuk menyelesaikan masalah ini. Jadi mereka bermusyawarah, ganti rugi ujung-ujungnya. Tuntutan masyarakat Rp 500 juta dengan jaminan semua peralatan mereka ditaruh di kampung,” pungkasnya.