Ekspose Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative
JAKARTA–Berdasarkan Laporan Lembaga Program Lingkungan PBB (UNEP), nilai ekonomi dari wilayah Inisiatif Segitiga Terumbu Karang (Coral Triangle Initiative) mencapai angka USD 14 miliar yang berasal dari sektor pariwisata, perikanan dan pemanfaatan infrastruktur pantai.
Nilai tersebut memiliki potensi perkembangan mencapai USD 37 miliar di 2030 apabila kondisi ekosistem terumbu karang terus terkelola dengan baik. Dari proyeksi jumlah tersebut, sebesar USD 2,6 miliar merupakan nilai aset yang akan dimiliki Indonesia. Coral Reef Rehabilitation and Management Program-Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) dan Konsorsium Riset Samudera (KRS) hadir untuk membangun sektor kelautan di Indonesia.
Mengusung tema “Our Action for Healthy Coral and Better Ocean”, Ekspose COREMAP-CTI dan KRS bertujuan untuk menjadi wadah memperkenalkan COREMAP-CTI dan KRS kepada pemangku kepentingan terkait serta masyarakat luas, serta menjaring masukan substansial terkait pengelolaan kawasan pesisir dan samudera. Melalui kegiatan ini juga diharapkan dapat mendorong terwujudnya pembangunan kelautan yang kuat, terstruktur, dan komprehensif.
Aspek riset menjadi bagian yang penting terhadap upaya pelestarian sumberdaya kelautan, ekosistem terkait, dan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. Tak hanya itu, riset merupakan tahapan penting dalam membuat berbagai kebijakan, Indonesia menerapkan science based policy sehingga Indonesia memiliki data yang jelas untuk bisa diakses dan digunakan sehingga bisa memberikan nilai tambah bagi pembangunan. Data-data kemaritiman yang tersebar akan dikumpulkan kemudian dapat menghubungkan berbagai industri seperti perikanan dan pariwisata.
“Riset yang terintegrasi diharapkan dapat menghasilkan inovasi dan rekomendasi terkait pengelolaan ekosistem pesisir dan samudera yang strategis,” demikian disampaikan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Laksana Tri Handoko di Jakarta, Kamis (14/8).
Agenda riset tersebut telah dijalankan dengan melakukan kolaborasi lintas instansi dan lembaga penelitian dalam bentuk Konsosium Riset Samudera (KRS).
Sebagai informasi, konsorsium ini beranggotakan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman; Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; LIPI; Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi; Badan Metereologi, Klimatologi, dan Geofisika; Badan Informasi Geospasial; Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional; Pushidros TNI AL, dan perguruan tinggi.
Lebih lanjut Handoko menjelaskan, wadah riset tersebut bertumpu pada program prioritas nasional dengan mengklasterisasi riset dalam beberapa hal.
“Klasterisasi riset dalam program prioritas nasional terdiri dari keanekaragaman hayati dan konservasi, ketahanan pangan, ketahanan energi, geosains kelautan, serta observasi laut dan iklim,” terangnya.
Selain itu, ia menambahkan bahwa turunan dari klasterisasi riset tersebut mencakup beberapa aspek, seperti pertahanan dan keamanan maritim; pemanfaatan ruang laut; perekonomian maritim yang maju dan mandiri; pendayagunaan sumberdaya alam yang berkelanjutan; perlindungan fungsi lingkungan laut; dan infrastruktur maritim; serta strategi nasional menghadapi perubahan global.
Sekretaris Kementerian PPN/Sekretaris Utama Bappenas Gellwynn Jusuf mengungkapkan bahwa pembentukan KRS senada dengan visi Presiden Joko Widodo dan tercantum pada target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) Nomor 14 tentang Ekosistem Laut, yakni pengelolaan sektor kelautan dengan perencanaan berbasis IPTEK disertai ketersediaan informasi pengetahuan yang memadai. “Sementera COREMAP-CTI merupakan upaya pemerintah dalam menjaga kawasan pesisir, secara khusus pada ekosistem terumbu karang agar tetap dikelola secara optimal dan lestari,” ujarnya.
Gellwyn menjelaskan, program ini akan menjadi stimulus bagi peningkatan nilai aset terumbu karang dan sumber daya terkait guna memperkukuh pilar kemakmuran masyarakat pesisir dan kemajuan bangsa Indonesia. Dirinya menjelaskan, komitmen COREMAP-CTI dan KRS merupakan kunci dalam menghasilkan peningkatan kualitas riset yang menjadi landasan rekomendasi dalam menentukan arah kebijakan sektor kelautan.
“COREMAP-CTI menjadi wadah strategis dalam mengembangkan IPTEK serta meningkatkan kapasitas SDM dalam pengelolaan kemaritiman. Kolaborasi peneliti dan akademisi yang dihimpun oleh KRS, turut berperan dalam pembangunan pondasi SDM berkualitas yang menguasai iptek,” tandasnya.
Berbicara mengenai perubahan iklim, tentunya tak lepas dari kemampuan menyerap emisi karbon, hasil kajian terakhir menunjukan bahwa ekosistem pesisir seperti mangrove, coral reef, seagrass punya kemampuan tiga kali lipat untuk menyerap emisi dibanding ekosistem terestrial. Di masa depan kemampuan menyerap emisi karbon ini mempunyai nilai secara global dengan konsep carbon trade, penting bagi Indonesia untuk menjaga ekosistem tersebut. COREMAP-CTI hadir untuk menjaga ekosistem laut berbasis ilmu pengetahuan, berbasis masyarakat, dan memadukan semua sumber pendanaan (blended finance). COREMAP-CTI akan melaksanakan proyek percontohan yang dapat direplikasi di wilayah-wilayah Indonesia lainnya.