Selamat Hari Bumi Sedunia
#SahabatPembangunanIklim tahukah kamu bahwa 22 April 1970 merupakan kali pertama gerakan Hari Bumi Sedunia dimulai?
Peringatan Hari Bumi ini bertujuan untuk mengajak lebih banyak masyarakat untuk menjaga kesehatan lingkungan demi mencegah krisis yang semakin buruk.Umur bumi saat ini sudah mencapai 4,543 miliar tahun. Sangat jelas bahwa umur bumi nyatanya sudah lebih tua daripada umur kita sekarang. Nah, semakin tua umur bumi maka semakin besar pula resiko dari berbagai ancaman yang dapat membuat bumi kita kian hari semakin melemah kondisinya. Oleh karena hal tersebut, penting untuk kita sebagai generasi penerus lingkungan untuk tahu ancaman apa saja yang berdampak buruk pada bumi. Salah satunya yaitu ancaman (makro / mikro) plastik yang semakin bertambah jumlahnya karena adanya kebutuhan plastik di kehidupan sehari – hari yang berdampak signifikan pada lingkungan baik di daratan hingga lautan.
Kebutuhan Plastik
Plastik tidak pernah lepas dari kehidupan manusia saat ini karena sifatnya yang serbaguna, ringan, kuat, dan yang paling utama adalah murah. Namun di balik kelebihannya, plastik menimbulkan masalah besar di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Awal mula diciptakannya kantong plastik adalah untuk dipakai berkali-kali karena sifatnya yang tahan air dan bisa dicuci, namun karena harganya yang sangat murah, kebanyakan orang meggunakan kantong plastik hanya untuk sekali pakai dan dibuang.
Selain itu berbagai macam produk makanan dan keperluan rumah tangga mayoritas menggunakan plastik sebagai wadah. Hal inilah yang menyebabkan plastik menjadi permasalahan besar di seluruh dunia. Meningkatnya jumlah populasi penduduk menyebabkan penggunaan plastik meningkat. Tahun 2002, tercatat 1,9 juta ton, tahun 2003 naik menjadi 2,1 juta ton, selanjutnya tahun 2004 naik lagi menjadi 2,3 juta ton per tahun. Pada tahun 2010, kebutuhan plastik sekitar 2,4 juta ton, dan pada tahun 2011 meningkat menjadi 2,6 juta ton hingga kian bertambah saat ini di 2021.
Mega dan Makro Plastik
Selain mengurangi estetika, sampah plastik berdampak langsung pada organisme laut, seperti terjerat oleh plastik dan membuat penyumbatan pada saluran pencernaan (Gregory 2009). Organisme laut seperti penyu sering ditemukan mati dengan isi perut yang dipenuhi plastik berukuran besar (makroplastik dan megaplastik). Konsumsi plastik oleh hewan air dapat menyebabkan pendarahan internal dan bisul, serta penyumbatan pada saluran pencernaan (Wright et al. 2013). Dalam penelitian Jamaluddin Jompa, peneliti terumbu karang dari Universitas Hasanuddin, Makassar, dan peneliti lainnya tahun 2018 yang dipublikasikan di Science Magazine mengungkapkan bahwa terumbu karang yang tertutup oleh plastik dapat mati karena tidak mendapatkan sinar matahari untuk hidup.
Mikroplastik
Tidak hanya makroplastik dan megaplastik, mikroplastik juga menjadi masalah serius. Plastik berukuran kurang dari 5mm ini terlihat seperti organisme planktonik yang merupakan makanan bagi biota laut (Wright et al. 2013). Biota laut yang diketahui mengakumulasi mikroplastik diantaranya adalah kopepoda dan kepiting (Cole et al. 2013), kima dan kerang biru (Van Cauwenberghe & Janssen 2014). Dampak langsung mikroplastik yang masuk ke tubuh organisme tersebut dapat mengganggu kinerja saluran pencernaan (Cole et al. 2013) dan sebagai pembawa bahan pencemar organik lain yang teradsorpsi pada mikroplastik (Teuten et al. 2009).
Yuk Sahabat Pembangunan Iklim bersama kita selamatkan bumi tercinta dariĀ ancaman plastik! Bisa bisa bisa!