Untuk menangani permasalahan global termasuk penanganan perubahan iklim, para negara pihak telah melangkah ke arah pembangunan berkelanjutan yang mengusung keseimbangan pilar-pilar keberlanjutan (sustainability pillars): ekonomi, lingkungan dan sosial. Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen nyata pembangunan berkelanjutan melalui pembangunan rendah karbon atau dikenal dengan Low Carbon Development Indonesia (LCDI). LCDI atau Pembangunan Rendah Karbon Indonesia merupakan platform baru pembangunan yang bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui kegiatan pembangunan beremisi GRK rendah dan meminimalkan eksploitasi SDA.
LCDI bertujuan untuk mendukung iklim investasi hijau, memperkuat integrasi lintas sektor dalam pengambilan keputusan serta menjadikan Indonesia sebagai leader dalam pembangunan rendah karbon. Kementerian PPN/Bappenas selaku system integrator dan think tank organization menyusun LCDI melalui pendekatan Holistic, Integrative, Thematic dan Spatial (HITS). Melalui pendekatan ini, potensi trade-off yang terjadi selama implementasi LCDI dapat diidentifikasi dan ditanggulangi agar target pembangunan setiap sektor tetap tercapai.
Kementerian PPN/ Bappenas berkomitmen untuk mulai beralih kepada pembangunan rendah karbon melalui pengintegrasian LCDI ke dalam dokumen perencanaan (RPJMN 2020-2024). Proses tersebut dimulai dengan melakukan baseline model yang selanjutnya menjadi masukan bagi penyusunan rancangan teknokratik RPJMN 2020-2024.
Dengan mengintegrasikan LCDI ke dalam RPJMN tersebut, kebijakan pembangunan yang dipilih harus memperhatikan aspek-aspek ketersediaan sumber daya alam serta kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Beberapa parameter yang dapat digunakan antara lain pertumbuhan ekonomi, ketersediaan air, perikanan, lahan, ketersediaan energi, tingkat emisi dan intensitas emisi,
kualitas air, serta keanekaragaman hayati.
Dalam menyusun kebijakan pembangunan rendah karbon, digunakan metodologi dan pendekatan ilmiah, antara lain melalui pemodelan system dynamics dan spatial dynamics. Pendekatan system dynamics dilakukan dengan memahami perilaku dinamis sebuah fenomena dan mengidentifikasi variabel-variabel dari perubahan tersebut. Selain itu, pendekatan system dynamics juga menguji sensitivitas model melalui intervensi terhadap variabel-variabel tersebut, untuk digunakan dalam proses penyusunan kebijakan.
Sementara pendekatan spatial dynamics digunakan untuk membantu memprediksi atau merekayasa dampak spasial di masa mendatang akibat intervensi tertentu, seperti perkiraan perubahan lahan akibat penggunaan lahan di masa mendatang.
Terdapat empat skenario LCDI. Skenario pertama, yaitu skenario dasar, dengan menempatkan asumsi dasar, tanpa adanya kebijakan baru dalam pembangunan rendah karbon, namun pada skenario ini, degradasi lingkungan termasuk peningkatan emisi Gas Rumah Kaca, polusi dan kelangkaan sumber daya alam diperhitungkan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia
Skenario kedua, yaitu skenario moderat, dengan menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon untuk tahun 2020-2045, serta pencapaian target penurunan emisi sebesar 29% sesuai Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia.
Skenario ketiga, yaitu skenario LCDI high, dengan menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon yang lebih tinggi pada periode 2020-2045, termasuk upaya pencapaian penurunan emisi Indonesia sebesar 43% pada tahun 2030. Dengan demikian, target penurunan emisi GRK adalah sebesar 1,49GtCO2 pada tahun 2030 dari 2.14GtCO2 pada tahun 2017.
Skenario keempat, yaitu LCDI Plus, dengan menerapkan kebijakan pembangunan rendah karbon yang jauh lebih ambisius pada periode 2020-2045, dengan menerapkan upaya ekstra dalam menurunkan emisi, sehingga emisi GRK terus menurun setelah tahun 2045. Kebijakan untuk skenario LCDI plus untuk saat ini masih belum sepenuhnya dipertimbangkan dalam RPJMN, seperti kebijakan carbon pricing, kebijakan reforestasi dalam skala yang lebih besar, dan kebijakan energi efisiensi yang lebih tinggi
Dampak kebijakan langsung dari pembangunan rendah karbon dapat dirasakan, yang mengarah kepada win-win-win outcome, dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Berdasarkan hasil proyeksi pemodelan yang dilakukan, dengan menerapkan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon menunjukkan terdapat peningkatan pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan, sesuai dengan skenario yang diterapkan.
Hal ini menunjukkan tidak ada trade-off antara pembangunan ekonomi dengan pelestarian lingkungan.
Dari sisi pencapaian target penurunan emisi Gas Rumah Kaca, dengan menerapkan skenario LCDI moderat, pada tahun 2030, Indonesia diperkirakan dapat mencapai target 29% target Unconditional NDC.
Dengan menerapkan skenario LCDI high, Indonesia diperkirakan dapat mencapai target penurunan emisi sebesar 41% pada tahun 2030.
Sebagai Satker di Kementerian PPN/ Bappenas, ICCTF mendukung Kementerian PPN/ Bappenas dalam pelaksanaan LCDI di daerah, salah satunya melalui peningkatan produktivitas pertanian menggunakan System Rice Intensification (SRI) di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pelaksanaan kegiatan ini di samping dapat menurunkan emisi, juga memberikan dampak ekonomi dan sosial bagi masyarakat.
Di samping itu, ICCTF memberikan dukungan terhadap Kementerian PPN/ Bappenas dalam proses perumusan kebijakan LCDI di daerah, di antaranya memberikan dukungan fasilitasi terhadap penandatanganan MOU LCDI antara Menteri PPN/Kepala Bappenas dengan Gubernur Sulawesi Selatan dan Gubernur Jawa Tengah. Kedepan, beberapa provinsi lain akan menyusul sebagai provinsi percontohan pelaksanaan LCDI.