Kebijakan Pembangunan Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan

INFO NASIONAL-Dimulai dengan tujuan ke-14 dalam SDGs yang menyepakati ekosistem samudera, laut dan sumber daya yang terkandungnya agar dikelola secara berkelanjutan, kebijakanpembangunanperikanan dan kelautan Indonesia harus dilandasi dengan tekad menjaga terpeliharanya keseimbangan antara konservasi dan pemanfaatan sumberdaya laut secara bertanggungjawab. Tujuan ke-14 dalam SDGs dijabarkan secara konkrit selama lima tahun kedepan.
Dalam RPJMN 2020-2024, disebutkan pembangunan perikanan tangkap dilaksanakan dengan basis spasial mengikuti deliniasi geografis di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP). Salah satu indikator pengelolaan perikanan berkelanjutan adalah pemanfaatanSumber Daya Ikan (SDI) dibawah 80 persen maximum sustainable yield (MSY). Indikator ini mengatur keberlanjutan SDI yang dimanfaatkan agar tetap lestari.
Pengelolaanperikanan yang berkelanjutan dan pemanfaatan Sumber Daya Ikan (SDI) yang memperhatikan ketersediaan stok sumberdaya merupakan target pembangunandalam SDG 14. Upaya mencapai pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang mengamanatkan pembangunan perikanan melalui pendekatan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP).
Dalam implementasinya, WPP memerlukan beberapa langkah terobosan antara lain melakukan transformasi kelembagaan dan fungsi serta penguatan pendataan dan langkah penyempurnaan lainnya. WPP seharusnya tidak lagi dipandang hanya sebagai basis perhitungan stok, yang pendekatannya “fit for all”, tapi WPP harus mulai dikelola berbasiskan karakteristik masing-masing seperti kondisi biota, daya dukung sampai kondisi social ekonomi masyarakat di WPP tersebut. Pengelolaan WPP ini harus dilengkapi data dan informasi yang akurat sebagai prasyarat dalam menentukan model pengelolaan yang tepat (science-based policy).
Pendekatan Pengelolaan Berbasis Ilmu Pengetahuan
Terkait pendekatan pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan untuk mendukung keberlanjutan sumberdaya serta pertumbuhan ekonomi di WPP, pengaturan input dan output untuk jenis tertentu menjadi factor penting. Pengaturan jumlahkapal dan penggunaan alat tangkap serta jumlah dan ukuran dari hasil tangkapan hanya dapat ditentukan dengan menggunakan data yang akurat melalui kajian dan analisis dari data yang tersedia.
Dengan kata lain, pemerintah dapat memiliki kebijakan yang berdasarkan kajian sains (science-based policy) dalam menentukan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam suatu WPP. Termasukdidalamnya menentukan kelanjutan pengoperasian alat tangkapmisalnya trawl atau cantrang. Kajian tersebut juga dapat digunakan sebagai basis menentukan arah pengelolaan perikanan yang dapat mengakomodir para nelayan untuk beroperasi melalui penggunaan alat tangkap pengganti atau yang dimodifikasi.
Bappenas telah menerapkan pendekatan sains (science-based policy) melalui kajian bioekonomi untuk sumberdaya udang di WPP 718 yang diharapkan dapat direplikasi untuk perikanan lain di WPP yang berbeda. Kajian bioekonomi yang dikembangkan ini akan memperluas pemahaman tentang pengelolaan perikanan berbasis ekosistem serta mendukung pengambilan kebijakan melalui kebijakan perikanan udang berbasis sains (science-based policy) di perairan Aru-Arafura.
Dengan menggunakan pendekatan simulasi dinamik berbasis data empiris serta data primer yang didukung oleh data dari berbagai kajian sejenis di beberapa negara, analisis bioekonomi udang di laut Arafura menunjukkan potensi ekonomi yang tinggi bisa dicapai dengan pengendalian jumlah kapal optimal yang dapat diijinkan.
Dari dua jenis tipe alat penangkapan udang yang dijadikan sampel mewakili mayoritas armada yang beroperasi yakni armada dengan target udang putih dan udang dogol (banana fleet) dan target udang windu dan udang dogol (tiger fleet) diperkirakan memperoleh manfaat ekonomi per kapal antara Rp 25 miliar-Rp 50 miliar per tahun. Untuk mencapai pemanfaatan ekonomi yang optimal ini diperlukan alokasi jumlahkapal yang optimal dengan kisaran 50-70 kapal dan secara gradual dievaluasi sesuai kapasitas biologi udang di Laut Arafura.
Pendekatan bioekonomi juga sedang dilakukan untuk perikanan cantrang, di tengah kebijakan penggantian alat tangkap cantrang yang disinyalir memberikan nilai ekonomi yang tinggi namun dapat merusak ekosistem laut dan mengancam keberlanjutan sumberdaya perikanan karena tingkat selektifitasnya yang rendah.
Studi ini akan dilakukan mendalam tentang bagaimana pengelolaan yang baik untuk perikanan cantrang agar tidak menimbulkan kerusakan ekosistem, namun juga tidak menimbulkan dampaksosial dan ekonomi yang luas. Sebagai tools, bioekonomi ini menjadi instrumen yang terbaik untuk mengukur kondisi stok ikan dan manfaat ekonomi optimum yang dapat diperoleh.
Harapan dari studi ini dapat disimpulkan apakah introduksi kebijakan baru tersebut dapat diterapkan dengan memberlakukan aturan pengelolaan dan pembatasan jumlah kapal yang berpegang pada keseimbangan ekologi dan ekonomi, yakni usulan jumlah kapal optimal (optimum effort). Selanjutnya, kajian bioekonomi akan menunjang studi supply chain perikanan tuna, khususnya Tuna Longline mulai akhir 2021.
Prinsip Pengelolaan WPP menurut Bappenas
Kebijakan pengelolaan perikanan laut berbasis pembagian spasial seperti WPP dapat dijadikan sebagai referensi dasar yang mengatur penggunaan alat tangkap yang berkelanjutan di masing-masing WPP. Setiap WPP akan memiliki Unit Pengelola Perikanan sebagai penanggungjawab pengelolaan.
Setiap unit akan bertanggungjawab menyusun Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) yang memuat berbagai rencana strategis pengelolaan yang bertujuan menyelesaikan isu perikanan di WPP terkait. Penggunaan alat tangkap perikanan dan kesejahteraan masyarakat pesisir merupakan dua diantara banyakisu yang menjadi perhatian dalam penyusunan RPP.
Formulasi RPP juga harus sesuai dengan kaidah dalam indicator Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM). Prinsip keberlanjutan dalam EAFM dapat mengkaji kemampuan daya dukung perairandalam kegiatan pemanfaatan sumber daya perikanan. Harapannya, RPP yang berdasarkan kajian bioekonomi dan sosial yang komprehensif serta indikator EAFM yang akurat, dapat menentukan apakah suatu WPP dapat memberikan izin operasional kapal dengan alat tangkap seperti cantrang atau penggantinya dalam kuota dan jangka waktu tertentu sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat tetap terjaga
Penelitian bioekonomi berbagai jenis perikanan seperti perikanan udang di Arafura, perikanan cantrang di Pantura, dan lain-lain merupakan sekuens awal dari peta jalan yang konkret dan sangat esensial untuk dilakukan.
Hal ini bermanfaat agar menjadi dasar dalam mempertimbangkan kelanjutan berbagai kegiatan perikanan, yang hakikatnya kegiatan ekonomi. Adanya perhitungan yang akurat dalam menciptakan keseimbangan antara pengelolaan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sesuai mandat dari Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan tujuan pembangunan.
Opini ditulis oleh Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas Sri Yanti JS (*)