Siaran Pers: COREMAP-CTI ADB Merehabilitasi Mangrove di Gili Balu Sumbawa Barat


Gili Balu-Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Bappenas, Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCT) bersama Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, PT Sucofindo, dan PT. Cakra Buana Aghna beserta para mitra melaksanakan kegiatan penanaman mangrove di Pulau Namo, Gili Balu, Nusa Tenggara Barat pada tanggal 16 September 2021. Pelaksanaan rehabilitasi mangrove ini merupakan implementasi dari program Coral Reef Rehabilitation and Management Program – Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI) dengan dana hibah Asian Development Bank.
Kegiatan Penanaman Mangrove di Kawasan Konservasi Perairan Gili Balu, NTB ini diawali dengan Pembukaan dan Arahan oleh Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM selaku Direktur Kelautan dan Perikanan, Kementerian PPN/ Bappenas. Kemudian dilanjutkan dengan Peresmian Penanaman Mangrove oleh Dr. Tonny Wagey Direktur Eksekutif Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF).Penanaman Mangrove di Pulau Namo, Gili Balu Nusa Tenggara Barat dilakukan secara simbolis oleh Bupati Sumbawa Barat bersama dengan Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas, Direktur Eksekutif ICCTF, Direktur Sucofindo serta stakeholder setempat.Dr. Tonny Wagey selaku Direktur Eksekutif ICCTF melakukan Penanaman Mangrove di Pulau Namo, Gili Balu Nusa Tenggara Barat bersama para siswa dan siswi setempat sebagai bentuk motivasi guna mengajarkan peran penting Konservasi Sumber Daya Alam kepada para generasi muda.

Kawasan Perairan Gili Balu memiliki potensi ekosistem pesisir yang cukup lengkap, baik dari ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, ekosistem mangrove dan ekosistem pantai dan bebatuannya. Total luas area ekosistem mangrove di Kawasan Gili Balu adalah 568,2 Hektar, yang terdapat di Pulau Kalong, Pulau Namo, Pulau Kenawa, Pulau Paserang, Pulau Kambing dan Pulau Belang.
Tiga ekosistem di wilayah pesisir yaitu ekosistem terumbu karang, ekosistem mangrove dan ekosistem padang lamun sangat penting peranannya, tidak saja dari sisi lingkungan hidup, tapi juga penting bagi perekonomian masyarakat, terutama nelayan dan pembudidaya ikan. Selain itu, juga menjadi sumber plasma nutfah, nursery ground, dari sisi fisik sebagai break water dan dari segi sosial budaya ekosistem pesisir juga merupakan bagian dari kerarifan lokal yang tumbuh berkembang dan dijaga oleh masyarakat pesisir. Oleh karena itu, ekosistem tersebut harus dijaga bersama.
“Kesadaran masyarakat dalam mengoptimalkan fungsi dan keberadaan ekosistem mangrove masih perlu ditingkatkan. Untuk itu perlu upaya rehabilitasi salah satunya melalui penanaman mangrove. Upaya dari COREMAP-CTI ini tentu saja perlu didukung dari pemerintah dan masyarakat Sumbawa Barat, mulai dari kesiapan lahan, keberlanjutan pengelolaan atas infrastruktur atau sarana dan prasaran,keberlanjutan untuk menjaga ekosistem, dan kegiatan lain di daerah yang saling melengkapi,” pesan Dr. Ir. Sri Yanti JS, MPM selaku Direktur Kelautan dan Perikanan Bappenas dalam kegiatan rehabilitasi mangrove di Pulau Namo.
Hutan mangrove atau hutan bakau di Gili Balu memiliki fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat terutama masyarakat pesisir dan pulau-pulai kecil, antara lain sebagai sumber mata pencaharian bagi masyarakat, karena menghasilkan berbagai produk bernilai ekonomi terutama sebagai penghasil produk kayu, ikan, kerang, kepiting dan lain-lain serta dapat dijadikan sebagai kawasan wisata alam maupun untuk pendidikan. Di beberapa daerah, peranan ini berkurang, akibat kerusakan ekosistem mangrove dan menurunnya kualitas lingkungan pesisir. Mangrove merupakan salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik dan khas serta terdapat pada daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil dan merupakan potensi sumber daya alam yang sangat potensial. Hutan mangrove memiliki nilai ekonomi dan ekologis yang sangat tinggi, tetapi sangat rentan terhadap kerusakan apabila kurang bijaksana dalam mengelola dan melestarikannya.

Hasil survei awal oleh PT Sucofindo yang dilakukan pada Maret 2021 menunjukkan bahwa kondisi mangrove di Gili Balu relatif bagus, walaupun ada beberapa yang perlu direstorasi, agar lebih baik dan dapat dimanfaatkan dengan lebih optimal. Kerjasama dan peran serta masyarakat yang lebih tinggi dan maksimal sangat dibutuhkan. Jumlah bibit mangrove yang akan ditanam sekitar 25.000. Persiapan bibit, penanaman dan pemeliharaan melibatkan masyarakat setempat. Sebelumnya PT. Sucofindo (Persero) yang menjadi pelaksana Paket 6 COREMAP-CTI dana hibah ADB telah melakukan pelatihan mengenai Mangrove selama 2 hari, bekerjasama dengan Yayasan Olah Hidup (LOH) Sumbawa, yang diikuti oleh perwakilan masyarakat dari 4 desa, yaitu Desa Poto Tano, Senayan, Tuananga, dan Kiantar. Peranan unsur masyarakat termasuk perempuan juga didorong dalam kegiatan COREMAP-CTI ini dengan melibatkan sebanyak 30% perempuan dalam pelatihan. Setelah pelatihan dan praktek, masyarakat diberdayakan untuk melakukan pembibitan dan penanaman, kemudian dilanjutkan dengan pemeliharaan. Puncak acara penanaman dilaksanakan pada tanggal 16 September 2021 di Pulau Namo dan Pulau Kalong.
Puncak acara penanaman mangrove di Pulau Namo juga dihadiri oleh Bupati Sumbawa Barat Dr. Ir. H. W Musyafirin, M.M. Beliau menyampaikan, bahwa walaupun kewenangan pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak lagi menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota, akan tetapi pendampingan dan pembinaan tetap dilakukan sesuai kewenangan yang ada, karena masyarakat pesisir menjadi masyarakatnya Kabupatan Sumbawa Barat. Beliau berharap masyarakat menjaga ekosistem dengan baik.
Selain Mangrove, diharapkan juga memperhatikan Padang Lamun dan ekosistem terumbu karang yang juga sangat potensial. “Indonesia memiliki luas kawasan mangrove terbesar di dunia, dimana ekosistem mangrove dan lamun ini memiliki kemampuan menyerap karbon dari gas rumah kaca (blue carbon) yang berperan sangat penting dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Menjaga ekosistem karbon biru ini juga sejalan dengan strategi yang sedang disusun oleh ICCTF yakni Indonesia Blue Carbon Strategy Framework (IBCSF),” ujar Direktur Eksekutif ICCTF, Dr. Tonny Wagey.


Untuk informasi lebih lanjut:
Gabrella Sabrina (Communication & Digital Officer)
Indonesia Climate Change Trust Fund
Lippo Kuningan 15th Floor
Jl. H.R. Rasuna Said Kav.B-12, Jakarta 12940
Telepon:(+62 21) 80679386 (Hunting)
Faks.: (021) 80679387